Kamis, 10 Juli 2008

NASYID SEBAGAI JALAN PERJUANGAN

oleh : Afwan Riyadi

Entah mengapa, beberapa tahun belakangan kok saya merasa nasyid kehilangan maskulinitas-nya.
Mungkin kegelisahan ini sudah jadi masalah umum yang sering diangkat banyak teman-teman yang peduli dengan perkembangan nasyid Indonesia. Saya sendiri pernah menulis artikel di majalah AL-IZZAH menyoal masalah ini.
Tapi, harus diakui, sebagian besar pecinta nasyid datang dari kaum hawa. Mereka memang dikenal impulsive buyer dan mudah menjadi sangat loyal pada sesuatu. Termasuk nasyid.
Bisa jadi, banyak tim nasyid kemudian mencoba membidik pasar kaum hawa ini sebagai fokus utamanya. Maka tak heran, belakangan nasyid2 bertema cinta (yang biasanya sangat disukai kaum hawa) berani bermunculan.
Maaf, bukan saya anti kesetaraan gender atau anti-emansipasi. Karena ada juga akhwat2 tangguh berjiwa pejuang. Saya ingat, dulu saat demo Reformasi di Solo, ada seorang akhwat yang berani menghadang tank seorang diri!
Tapi, betapapun, pasar utama nasyid memang kaum hawa. Dan tema cinta, biasanya jadi tema yang disukai.
Kalau saya ditanya, bagaimana nasyid menurut saya, jawaban saya satu. NASYID ADALAH JALAN PERJUANGAN SAYA.
Mungkin orang2 memandang remeh apa yang saya perjuangkan. Mau berjuang kok lewat lagu? Mana lagunya gedebak gedebuk begitu?
Tapi lebih dari dasawarsa saya menggeluti nasyid, dia benar-benar menjadi ekspresi perjuangan saya.
Pernah dua kali dalam episode hidup saya, akses dakwah saya diputus. Potensi saya dimatikan. Tapi saya menolak untuk mati. Saya masih ingin hidup dalam dakwah, dan berkontribusi menghidupi nafas dakwah.
Jadilah, saya fokus menggarap nasyid.
Hasilnya?
Salah satunya adalah album KEMBALI. Andai kawan2 tahu, apa cerita asli dibalik album itu, pasti tidak akan heran, mengapa album itu begitu meledak di pasaran nasyid yang underground, sepi dan tanpa publikasi.
Album itu pernah dicetak ulang sebanyak 25.000 keping setiap bulan dalam tempo 3 bulan saja! Di awal peluncurannya, dia terjual 6.000 keping hanya dalam seminggu. Bahkan sering, pembeli harus indent untuk mendapatkan kaset ini.
Padahal musiknya masih kacau balau. Suara saya masih parau. Nadanya fals. Tapi mengapa?
Inilah hasil ekpresi perjuangan kami. Ekspresi jujur, tanpa tendensi. Kami di Izzis ketika itu, adalah kaum buangan yang di marjinal-kan. Dan suara orang-orang terbuang itulah, yang mungkin Allah dengar dan disampaikan-Nya kepada jiwa-jiwa pendengarnya.
Ah, andai saya bisa menceritakan semua..
Kembali kepada kegelisahan saya di awal kalimat diatas; saya tidak dalam posisi mencoba mengubah wajah dunia nasyid sekarang yang kelihatan lebih feminim.
Saya coba bersikap lebih moderat, biarlah pecinta nasyid dan pelakunya yang menilai dan berbuat semau yang mereka mau. Asalkan nasyid masih bersyahadat, saya akan mencoba sepakat.
Tapi izinkan saya, berkumpul bersama pelaku-pelaku nasyid maskulin. Yang masih memandang nasyid adalah jalan perjuangan; bahkan medan perang!
Perang terhadap ghazwul fikri yang melumat jiwa-jiwa kita. Perang terhadap misi-misi setan dibelakang kemeriahan gemerlap panggung hiburan.
Doakan.. Kami lemah tanpa doa-doa kalian

2 komentar:

Ainey Nan mengatakan...

assalamualaikum..

salam ukhuwah! semoga Allah mudah urusan dan jalan dakwah akhi d dunia ini.. nasyid brpotensi sbagai medium dakwah. melukis kartun yg dmasukkan roh islam juga boleh jd jln dakwah.

jadi, dont give up! innallaha ma'ana.

http://aineysoul.blogspot.com/

inspiration mengatakan...

assalamualaikum wr wb

Buat yang mau download nasyid gratis,

ada blog bagus nih http://ruang-nasyid.blogspot.com

Koleksi nasyidnya lumayan banyak.